Mbah Prenjak Diseret ke Meja Hijau Lagi, Diduga Terlibat Pemalsuan Meski Buta Huruf

KARANGANYAR, viosarinews.id — Di usia senjanya, Hardiyanti Eka Agustina (66), atau yang akrab disapa Mbah Prenjak, seharusnya menikmati masa tua dengan tenang. Namun takdir berkata lain. Nenek sebatang kara asal Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, ini justru terjerat kasus hukum yang membuatnya harus mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Surakarta.

Mbah Prenjak didakwa melakukan penipuan dan penggelapan dalam jual beli tanah miliknya. Kasus ini bermula dari laporan seorang pria berinisial W, yang mengaku telah membeli sebagian tanah milik Mbah Prenjak berdasarkan kuitansi bermaterai yang ditandatangani oleh sang nenek.

Namun kuasa hukum Mbah Prenjak, Umar J Harahap, membeberkan fakta mengejutkan. Ia menyebut, Mbah Prenjak diduga dijebak oleh keponakannya sendiri, berinisial D. Pada 9 Juni 2022, saat Mbah Prenjak baru bangun tidur, D meminta tanda tangannya di atas selembar kertas tanpa menjelaskan isinya. Belakangan diketahui, dokumen itu adalah kuitansi jual beli tanah. Tak hanya itu, D juga menyuruh Mbah Prenjak memegang uang sebesar Rp21 juta dan memotretnya. Kuitansi serta foto tersebut kemudian dijadikan bukti oleh W bahwa transaksi jual beli telah terjadi.

Umar menduga D dan W telah memanfaatkan kondisi Mbah Prenjak yang sudah tua, tidak bisa membaca maupun menulis, serta hidup sendiri setelah ditinggal wafat oleh suaminya dan tanpa memiliki anak.

Setelah menjalani masa Lebaran di Rutan Surakarta, Mbah Prenjak kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Karanganyar, Senin (14/4/2025). Sidang yang digelar di ruang Cakra itu mengagendakan pembacaan replik oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harsi Primmitia, S.H., terhadap pledoi yang sebelumnya disampaikan oleh tim kuasa hukum terdakwa.

Dalam repliknya, JPU menyatakan bahwa Mbah Prenjak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Ia juga menilai pembelaan dari tim penasihat hukum terdakwa bersifat subjektif dan tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.

“Kami menghargai pembelaan dari kuasa hukum, namun seyogyanya tidak disampaikan dengan nada yang tendensius,” ujar Harsi di hadapan majelis hakim.

Menanggapi hal itu, tim kuasa hukum Mbah Prenjak yang berasal dari Kantor Advokat J Harahap & Partner, menyampaikan sanggahan secara lisan. Umar menegaskan bahwa pihaknya tetap berpegang pada dokumen pledoi yang telah disusun dan disampaikan sebelumnya.

“Kami tetap pada posisi untuk memberikan pembelaan kepada terdakwa sebagaimana yang tertuang dalam dokumen pledoi kami,” tegasnya.

Rekan sejawatnya, Muhammad Nuraji Basuki, juga menyoroti isi replik JPU, khususnya pernyataan yang menyebut bahwa terdakwa telah memperoleh kebutuhan dasar selama berada di rumah tahanan. Menurut Nuraji, pernyataan tersebut merendahkan martabat terdakwa dan mengabaikan prinsip perlindungan hukum.

“Pernyataan dalam replik yang menyebutkan bahwa terdakwa akan memperoleh makanan dan tempat tinggal selama di penjara, menurut kami, melecehkan prinsip perlindungan hukum terhadap seorang terdakwa,” ujarnya.

Tim kuasa hukum menyatakan akan mempertimbangkan langkah hukum lanjutan sebagai respons atas sikap JPU yang dinilai tidak profesional. Mereka akan melakukan diskusi internal sebelum mengambil sikap resmi dalam perkara ini.

“Karena ini merupakan kerja kolektif, kami akan membahas terlebih dahulu langkah hukum yang mungkin akan diambil menyikapi sikap JPU dalam perkara ini,” pungkas Nuraji.

Sidang selanjutnya dijadwalkan pekan depan dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim. Kasus ini terus menyita perhatian publik, mengingat kondisi terdakwa yang lanjut usia, buta huruf, dan tidak memiliki pendamping hidup.(vio)

Komentar