Penanganan Kasus di Polres Mabar Dinilai Sarat Rekayasa dan Kriminalisasi

Berita267 Dilihat

Viosarinews.com, Labuan Bajo, – Oknum di Polres Manggarai Barat dinilai sarat melakukan rekayasa dan kiriminalisasi terhadap Romy Kamaluddin dalam perkara pidana yang dilaporkan Abraham Gunawan.

Romy Kamaluddin merupakan orang yang telah dilaporkan oleh Abraham Gunawan pada Kepolisian Resor Manggarai Barat atas dugaan melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 374 KUHP.

Pada saat ini status Romy telah ditingkatkan menjadi Tersangka oleh Penyidik Satreskrim Polres Manggarai Barat, melalui kuasa hukumnya sedang mengajukan permohonan praperadilan pada Pengadilan Negeri Labuan Bajo atas penetapan Tersangka tersebut.

Ia mengaku mendapatkan sejumlah kejanggalan dalam penanganganan kasus tersebut, yang dilakukan oleh oknum anggota Polres Mabar.

Romy menguraikan, pada 21 November 2020 ia bersama-sama dengan Desak Putu Murni mendirikan sebuah perseroan bernama PT. OMSA MEDIC BAJO yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan dengan total modal sebesar Rp. 300 juta, masing-masing menyuntikan modal Rp. 150 juta.

Saat itu, Romy selaku direktur perseroan sedangkan komisaris perseroan adalah Desak Putu Murni. Dalam kurun waktu tahun 2021 sampai tahun 2022 perusahaan ini berkembang pesat dan mendapatkan omset yang besar hampir sekitar Rp. 20 Milyar Rupiah.

Atas instruksi dan arahan dari Desak Putu Murni, Omset perusahaan tersebut dihabiskan untuk pengembangan usaha-usaha dibawah naungan kepemimpinan Desak Putu Murni selama kurun waktu tahun 2021 sampai tahun 2022.

Sekitar Juli tahun 2022, kata dia, Desak Putu Murni secara sepihak melakukan audit internal perusahaan dengan menunjuk seseorang yang tidak memiliki kompetensi untuk itu, sehingga muncul hasil audit abal-abal yang menyatakan bahwa Romy maupun pihak manajemen pengelola klinik kesehatan tidak transparan dalam memberikan data.

Tentu saja setelah itu saya bersama pihak manajemen pengelola Klinik kesehatan, melakukan crosscheck bersama dengan auditor yang ditunjuk oleh Desak Putu Murni dan ternyata ditemukan fakta bahwa auditor tersebut telah memasukan dua kali pengeluaran sehingga seolah-olah muncul selisih dalam laporan keuangan PT. OMSA MEDIC BAJO.

Sehingga telah dikirimkan ulang revisi penghitungan audit tersebut secara email kesemua pihak dengan hasil yang menyatakan perhitungan telah seimbang (balance);

Selanjutnya, pada 30 Agustus 2022, Romy dilaporkan Abraham Gunawan dengan dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP pada SPKT Polres Manggarai Barat.

Sehingga terbitlah Laporan Polisi dengan nomor : LP/B/221/VIII/ 2022/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR. Bahwa Pelapor tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan Romy, apalagi hubungan hukum ataupun hubungan pekerjaan dengan PT. OMSA MEDIC BAJO.

“Lantas yang menjadi pertanyaan besar siapakah sosok Abraham Gunawan yang telah melaporkan Saya dengan dugaan telah melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP” ungkap Romy.

“Apa kepentingan yang bersangkutan? Apa kapasitas yang bersangkutan? Dan apa Legal Standing seorang Abraham Gunawan melaporan Saya?” tambahnya.

Menurut Romy, Pelapor tidak memiliki Legal Standing dalam membuat dan mengajukan laporan polisi tersebut sehingga Laporan Polisi A quo cacat secara hukum dan sudah sepantasnya tidak ditingkatkan ke Penyidikan, namun harus dihentikan sejak tahap penyelidikan.

Jawaban pihak Polres Manggarai Barat dalam agenda pembacaan jawaban persidangan praperadilan pada 14 Agustus 2023, menurut Romy, alasan pihak Polres Manggarai Barat menerima dan menerbitkan laporan polisi yang cacat hukum tersebut karena Pelapor mendapatkan kuasa dari Desak Putu Murni, dengan didasarkan pada ketentuan KUHPerdata Pasal 1792 yang berbunyi : “Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan keada orang lain yang menerima untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa”.

“Sehingga menurut pihak Polres Manggarai Barat, Abraham Gunawan bertindak sebagai pelapor adalah sudah sesuai ketentuan undang-undang dan adalah sah” ujar Romy.

Romy menuturkan, dalam hukum pidana, memiliki hukum acara tersendiri sebagaimana diatur didalam KUHAP dan peraturan-peraturan pendukung lainnya.

Hal tersebut dapat dilihat didalam ketentuan Pasal 1 butir 24 KUHAP yang berbunyi “Laporan diartikan sebagai pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang yang memiliki hak berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang terkait peristiwa pidana yang telah/berlangsung, atau diduga akan terjadi”.

Frasa “disampaikan oleh seseorang yang memiliki hak berdasarkan undang-undang” tersebut merupakan dasar bahwa setiap laporan harus memenuhi legal standing agar laporan tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh Kepolisian.

“Dalam hal ini tidak hubungan pekerjaan, terlapor dan pelapor tidak ada keterikatan dan atau hubungan pada Perusahaan yang dilaporkan baik secara akta maupun secara struktur perusahaan” tegas Romy.

Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, pada Pasal 1 ayat 22 yang berbunyi “Pelapor adalah orang yang memberitahukan dan menyampaikan tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana dan secara langsung terlibat dalam peristiwa tersebut.

“Dalam hal ini sudah jelas dengan tidak adanya hubungan antara Pelapor dengan saya bagaimana bisa dikatakan pelapor tersebut terlibat langsung atau mengalami peristiwa sebagaimana yang disangkakan kepada saya?” katanya.

Menurut Romy, penentuan tempus dan locus delicti sangat penting keberadaannya, selain berkaitan dengan berlakunya asas legalitas dalam hukum pidana. Tempus dan locus delicti juga dapat menentukan hal lain seperti kewenangan relatif pengadilan, pertanggungjawaban, daluwarsa dan lain sebagainya serta yang paling penting adanya tempus dan locus delicti ini adalah sebagai syarat mutlak sahnya surat dakwaan.

“Jadi jika kedua hal tersebut tidak dapat ditentukan atau tidak ada maka menyebabkan surat dakwaan tersebut tidak jelas (obscure libel) dan dapat dibatalkan demi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP” katanya.

Sesui Laporan Polisi A quo, waktu kejadian peristiwa dugaan tindak pidana tersebut terjadi pada jam 17.00 W.I.B., 29 Juni 2022, dan tempat kejadian peristiwa terjadi di Rumah Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Pada tanggal tersebut Romy sedang berada di Bali tepatnya di wilayah ubud berwisata bersama keluarga, sebagaimana bukti linimasa Google Map yang telah saya ajukan dalam pemeriksaan perkara pidana A quo.

Bahwa dalam putusan perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 atas uji materiil ketentuan Pasal 109 ayat (1) UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan pemberian SPDP tidak hanya diwajibkan terhadap jaksa penuntut umum akan tetapi juga terhadap terlapor dan korban atau pelapor.

Adapun bunyi Pasal 109 ayat (1) KUHAP adalah ‘Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum’.

Bahwa pentingnya terlapor dan korban mendapatkan SPDP. Menurut Mahkamah Konstitusi, terlapor yang telah mendapatkan SPDP dapat mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan juga dapat menunjuk penasihat hukum yang akan mendampinginya.

Sedangkan bagi korban atau pelapor, SPDP dapat dijadikan momentum untuk mempersiapkan keterangan atau bukti yang diperlukan dalam pengembangan penyidikan atas laporannya.

Namun, faktanya kata Romy, Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) nomor : SPDP/80/XII/ 2022/Sat Reskrim, tertanggal 19 Desember 2022 tidak pernah dikirimkan dan diterima oleh Pemohon hingga hari ini.

“Sehingga sudah jelas hal tersebut menyebabkan Peningkatan Status Tersangka Pemohon berdasarkan Surat Ketetapan nomor : S.Tap/36/VII/2023/Sat Reskrim yang diterbitkan oleh Termohon tertanggal 10 Juli 2023, menjadi tidak sah dah batal demi hukum” katanya.

Bahwa dalam penangan laporan polisi A quo, Polres Manggarai Barat hingga hari ini telah menerbitkan SPDP sebanyak tiga kali, dengan terlapor dan tindak pidana yang sama.

Hal ini menurut Romy, tidak lumrah dan semakin membuat janggal, sebab sesuai KUHAP maupun peraturan pendukung lainnya SPDP hanya diterbitkan satu kali, terkecuali bilamana terdapat pelaku baru, atau terdapat tindak pidana baru yang ditemukan dari hasil pengembangan atas penanganan perkara.

Dalam proses penyidikan, penyidik menunjuk auditor pada Kantor Akuntan Publik Arifin Anissa Mardani & Muchammad, untuk melakukan audit uji tuntas laporan keuangan pada PT. OMSA MEDIC BAJO.

Dasar penunjukan tersebut oleh Satreskrim Polres Manggarai Barat atas surat nomor : B/104/I/2023 tertanggal 18 Januari 2023, tentang mohon bantuan melaksanakan pemeriksaan uji tuntas laporan keuangan beserta memberikan keterangan ahli terkait hasil pemeriksaan uji tuntas laporan keuangan.

Alasan penyidik menunjuk Kantor Akuntan Publik Arifin Anissa Mardani & Muchammad dikarenakan sudah dikenal oleh Korban (Desak Putu Murni) sehingga memudahkan untuk koordinasi.

Tidak hanya itu, Romy juga mengungkapkan, surat nomor : B/104/I/2023 tertanggal 18 Januari 2023 tersebut, pemohon dihubungi oleh Kantor Akuntan Publik Arifin Anissa Mardani & Muchammad, yang pada intinya mengajukan surat perjanjian sebagaimana tindak lanjut pemeriksaan uji tuntas laporan keuangan.

Selain mengajukan surat perjanjian, Kantor Akuntan Publik Arifin Anissa Mardani & Muchammad juga mengajukan biaya guna membayar imbalan jasa pemeriksa sebesar Rp. 163 juta, yang dibebankan kepada Pemohon.

Menurut Romy, tampak jelas kesalahan prosedur yang diterapkan oleh Termohon, karena yang membutuhkan dan memohon bantuan kepada Kantor Akuntan Publik Arifin Anissa Mardani & Muchammad adalah Termohon, namun yang dibebankan biaya adalah Pemohon (terlapor) dengan biaya yang besar tanpa melihat kondisi keuangan Pemohon.

“Dalam hal ini tentunya dapat berpotensi auditor melakukan pemeriksaan uji tuntas laporan keuangan secara subjektif (tidak netral) karena tetap ada beban psikologis auditor terhadap pihak yang telah membayar banyak kepadanya’ kata Romy.

Peningkatan Status Tersangka Pemohon berdasarkan Surat Ketetapan nomor : S.Tap/36/VII/2023/Sat Reskrim yang diterbitkan oleh Termohon tertanggal 10 Juli 2023 terjadi setelah penyidik (Kasat Reskrim) mendapatkan perintah mutasi dalam Surat Telegram Kapolda Nusa Tenggara Timur Nomor : ST/423/VII/2023 tertanggal 02 Juli 2023.

Bahwa faktanya pada saat pemeriksaan terakhir Pemohon sebagai saksi pada Senin 26 Juni 2023 atas surat panggilan pemeriksaan yang diterbitkan Termohon dengan nomor : SP.Gil/270/VI/2023/Sat Reskrim tertanggal 12 Juni 2023, pada kesempatan pemeriksaan tersebut Termohon untuk pertama kali menunjukan hasil audit oleh Kantor Akuntan Publik Arifin Anissa Mardani & Muchammad sebagaimana dijelaskan diatas kepada Pemohon untuk dilakukan konfrontir.

Namun karena dalam surat panggilan tersebut tidak ada perintah membawa dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kegiatan konfrontir tersebut sehingga Pemohon tidak membawa dokumen sama sekali, dan susuai fakta pemeriksaan saksi sebelumnya, mengenai laporan keuangan PT. OMSA MEDIC BAJO segala sesuatu dokumennya ada dan disimpan oleh manajemen PT. OMSA MEDIK NUSANTARA.

Oleh karena itu dalam pemeriksaan tersebut ditutup oleh Termohon, dan diminta agar Pemohon menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam rangka konfrontir tersebut dan Termohon juga akan memanggil Eriza Natalia sebagai perwakilan PT. OMSA MEDIK NUSANTARA pada kesempatan pemanggilan sebagai saksi berikutnya.

Dengan terbitnya Surat Telegram Kapolda NTT Nomor : ST/423/VII/2023 tertanggal 02 Juli 2023, yang salah satu isinya tentang mutasi Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, seolah membuat Termohon bersemangat dan ambisius dengan nekat melakukan tindakan mal administrasi dan tanpa memperhatikan lagi kebenaran materill, untuk segera menetapkan Pemohon sebagai Tersangka.

“Sehingga menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa Termohon bertindak tidak lumrah seperti demikian? Atau mungkin Termohon mempunyai tendensi khusus atas penetapan Tersangka Pemohon” ujar Romy.

Dengan Surat Telegram Kapolda NTT Nomor : ST/423/VII/2023 tertanggal 02 Juli 2023, tentang mutasi Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, maka secara formil kewenangan yang melekat pada jabatan yang bersangkutan telah berakhir dan akan diteruskan oleh Kasat Reskrim baru ataupun bila dirasa mendesak maka dapat diambil oleh atasan penyidik dalam hal ini Kapolres Manggarai Barat.

Dalam hal ini Peningkatan Status Tersangka Pemohon berdasarkan Surat Ketetapan nomor : S.Tap/36/VII/2023/Sat Reskrim yang diterbitkan oleh Termohon tertanggal 10 Juli 2023. Ditetapkan dan ditandatangani oleh Kasat Reskrim lama (AKP RIDWAN S.H.) yang telah dimutasi pertanggal 02 Juli 2023, bertindak atas nama Kepala Kepolisian Resor Manggarai Barat.

Hal ini tentunya menjadikan Peningkatan Status Tersangka Pemohon berdasarkan Surat Ketetapan nomor : S.Tap/36/VII/2023/Sat Reskrim yang diterbitkan oleh Termohon tertanggal 10 Juli 2023, menjadi tidak sah dah batal demi hukum.

Menurut Romy, masih banyak kejangalan yang terjadi dalam penanganan Laporan Polisi nomor : LP/B/221/VIII/ 2022/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR tertanggal 30 Agustus 2023, yang akan diungkap oleh kuasa hukumnya dalam agenda sidang praperadilan pada Pengadilan Negeri Labuan Bajo.

“Untuk itu kami memohon dukungan rekan media untuk mengawal jalannya sidang praperadilan guna memastikan para penegak hukum di Negara ini dapat menjalankan tugas dan jabatannya secara netral, obyektif sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia” tutupnya.

Komentar