Pengadilan Balebandung Kembali Menggelar Sidang Praperadilan Atas Gugatan Terhadap Dugaan Penetapan Tersangka Yang Tidak Sah

Berita134 Dilihat

KAB. BANDUNG, – Pengadilan Balebandung kembali menggelar sidang praperadilan atas gugatan yang diajukan Kuasa Hukum FNH, ME, dan AS terhadap dugaan Penetapan Tersangka yang tidak sah karena prosedur pemanggilan, penetapan tersangka, dan penangkapan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sidang tersebut digelar di ruang Umar Seno Aji, Pengadilan Negeri Balebandung, Jalan Jaksa Naranata, Baleendah, Kec. Baleendah, Kabupaten Bandung, Jumat (5/7/2024).

Kuasa Hukum Pelapor, Gatot Supriyo, SH., MH., bersama Aplena Rosita Nurjanna S.H., M.M., dari Kantor Hukum Prabu Law Firm, mengungkapkan, “Kami mendampingi klien kami yang saat ini telah dua bulan ditahan. Namun, dalam proses pemanggilan, penetapan tersangka, dan penahanan diduga tidak memenuhi standar operasi prosedur, sehingga kami mengajukan praperadilan dengan tergugat Polsek Cisarua.”

Namun, proses praperadilan tersebut dijegal ditengah jalan dengan berlangsungnya sidang perkara. Hal ini membuat kami memohon agar Pasal 82 ayat 1 KUHAP diperhatikan kembali, karena praperadilan merupakan hak tersangka untuk menikmati kebebasan sebagai akibat proses hukum yang tidak sesuai dengan standar operasi prosedur (SOP) kepolisian.

Ditanya terkait pernah terjadinya mediasi dan pemberian kompensasi kepada pelapor, Gatot membenarkan bahwa kedua belah pihak telah melakukan mediasi dan mencapai kesepakatan di depan anggota Polsek Cisarua. Terlapor memberikan uang sejumlah Rp 25.000.000,- kepada pelapor, dan dua hingga tiga hari ke depan pelapor akan mencabut laporannya setelah menerima uang dari kami. Namun, laporan tersebut tidak kunjung dicabut hingga saat ini, sudah dua bulan bahkan saat ini klien kami telah dipindahkan ke rumah tahanan di Bandung.

Melalui proses praperadilan ini, kami berharap aparat kepolisian, kejaksaan, maupun pihak pengadilan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta, bukan atas dasar opini. Kami melihat bahwa klien kami pada saat pemanggilan tidak menerima surat resmi dan tidak diberikan waktu yang cukup. Pemberitahuannya hanya melalui WhatsApp dan telepon, dan setelah tidak datang, klien kami dijemput oleh pihak kepolisian.

Saat ini, klien kami ditahan di Rutan Kebon Waru, namun tidak ada surat resmi yang diterima pihak keluarga terkait penahanan tersebut.

Aplena Rosita Nurjanna S.H., M.M., menegaskan, “Kami mohon kepada para pakar hukum untuk mengkaji ulang Pasal 82 ayat 1 KUHAP, dimana pasal tersebut dapat membatasi hak-hak dari para tersangka yang mencari keadilan di awal sebelum sidang pidana dilanjutkan. Karena waktu yang diberikan hanya tujuh hari, proses praperadilan diduga dihambat dengan ketidakhadiran Polsek Tersebut dengan berbagai dalih dan alibi.”

Kepada Bapak Kapolri, kami memohon agar proses praperadilan ini dilaksanakan sebaik mungkin sesuai standar operasional prosedur, dan tidak dihambat dengan alasan rapat, pertemuan, atau hal lainnya.

Di lokasi yang sama, saksi sekaligus ibu pelapor, Suhartini, meminta keadilan yang seadil-adilnya untuk anaknya.

“Saya meminta kepada kuasa hukum kami melalui kantor hukum Prabu Law Firm untuk mendampingi saya memperjuangkan hak-hak anak saya, dan agar yang mendzolimi saya dihukum seadil-adilnya.”

Mengenai mediasi dan kompensasi uang yang diminta oleh ibu pelapor, telah kami penuhi dengan jumlah pertama sebesar Rp 25.000.000,- dan yang kedua Rp 12.800.000,- serta kunci rumah milik AS. Penyerahan uang tersebut terjadi di Mapolsek Cisarua dan disaksikan oleh anggota kepolisian.

Saat ini, anak saya ditahan di rumah tahanan Kebon Waru, namun sebagai ibu terlapor, saya tidak pernah menerima surat pemberitahuan resmi terkait pemanggilan, penetapan tersangka, dan penahanan.

Sementara itu, Kuasa Hukum Polsek Cisarua, Ibu Widya, saat dikonfirmasi oleh awak media mengatakan, “Saat ini saya belum dapat memberikan pernyataan karena proses ini belum selesai.”

Komentar