Polda Jabar Ungkap Kasus Pemalsuan Pupuk, Pelaku Rugikan Negara Miliaran Rupiah

Bandung, __ Polda Jawa Barat berhasil mengungkap kasus tindak pidana di bidang sistem budidaya pertanian berkelanjutan yang melibatkan pemalsuan pupuk. Pelaku, yang diketahui bernama SDR. M.N., memproduksi dan menjual pupuk non-subsidi dengan merk “Phonska” yang tidak memenuhi standar mutu dan persyaratan pemerintah.

Tersangka SDR. M.N. memproduksi pupuk palsu jenis anorganik dengan merk “Phonska” yang tidak memenuhi standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pupuk palsu tersebut kemudian diperjualbelikan kepada masyarakat.

Pada 30 Oktober 2024, Tim Unit 4 Subdit IV Ditreskrimsus Polda Jabar melakukan pengecekan di pabrik pembuat pupuk non-subsidi milik SDR. M.N. di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Saat itu, petugas mengamankan tiga orang pekerja yang sedang melakukan kegiatan operasional. Pemilik pabrik, SDR. M.N., tidak berada di tempat. Petugas kemudian melakukan wawancara terhadap para pekerja dan mendapatkan fakta bahwa pemalsuan pupuk “Phonska” telah beroperasi sejak bulan Mei 2023.

Kemudian pada 31 Oktober 2024, Tim Unit 4 Subdit IV Ditreskrimsus Polda Jabar melakukan Berita Acara Wawancara terhadap tiga orang pekerja yang diamankan di TKP.

Pada 1 November 2024, Tim Unit 4 Subdit IV Ditreskrimsus Polda Jabar mengamankan SDR. M.N. dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Setelah mendapatkan keterangan yang cukup, penyidik melakukan gelar perkara untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan dan menetapkan SDR. M.N. sebagai tersangka.

Hasil Pemeriksaan SDR. M.N. mengakui telah memproduksi pupuk anorganik non-subsidi merk “Phonska” CV. Pelita Gresik sejak bulan Juli 2023 hingga saat ini di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.

SDR. M.N. tidak memiliki izin untuk memproduksi dan mengedarkan pupuk “Phonska”.
Bahan yang digunakan untuk memproduksi pupuk “Phonska” adalah kalsium (tepung dolomit), ZA, oker (pewarna makanan), dan karung merk NPK Gresik Phonska.

Pupuk “Phonska” dijual dengan harga Rp. 120.000,- per karung (kemasan 50 kg) dan diedarkan ke wilayah Cianjur dan sekitarnya.
– Dalam seminggu, tersangka melakukan penjualan tiga kali dengan jumlah produksi per hari sekitar 2 ton atau setara dengan 2.000 kilogram.

Total keuntungan yang telah diperoleh tersangka dari hasil penjualan pupuk palsu tersebut diperkirakan mencapai Rp. 3.024.000.000,- (tiga miliar dua puluh empat juta rupiah).

Hasil uji laboratorium terhadap sampel pupuk “Phonska” menunjukkan bahwa pupuk tersebut mengandung batuan jenis dolomit yang diberi pewarna oker (pewarna lantai) berwarna merah dengan kadar isi kandungan nitrogen 1,04 persen, fosfat 0,00 persen, kalium 0,05 persen, dan sulfur 14,45 persen. Padahal, label pada pupuk “Phonska” mencantumkan kadar isi kandungan nitrogen 15 persen, fosfat 15 persen, kalium 15 persen, dan sulfur 10 persen.

Nomor Deptan: G.829/DEPTAN-PPI/V/2019 yang dicantumkan pada karung kemasan pupuk “Phonska” tidak terdaftar di Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Adapun Barang Bukti yang diperoleh diantaranya 20 (dua puluh) ton bahan baku dolomit yang belum diberi pewarna, 40 (empat puluh) karung dengan isi berat 50 kg/karung dengan merk “Phonska” dan tercantum nomor Deptan: G.829/DEPTAN-PPI/V/2019 yang diproduksi oleh CV. Pelita Gresik, 2 (dua) karung kosong dengan merk “Phonska” dan tercantum nomor Deptan: G.829/DEPTAN-PPI/V/2019 yang diproduksi oleh CV. Pelita Gresik, 5 (lima) karung bahan baku berupa tepung dolomit dengan berat 50 kg/karung, 1 (satu) unit mesin jahit karung dengan merk Newlong dan 1 (satu) rol benang, 1 (satu) unit timbangan duduk digital dengan merk Nankai kapasitas 150 kg, 1 (satu) bungkus plastik pewarna berisi serbuk berwarna merah, 1 (satu) buah sekop.

SDR. M.N. diduga melanggar Pasal 121 dan/atau Pasal 122 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang Budidaya Pertanian Berkelanjutan.

Ancaman Hukuman ” Setiap orang yang mengedarkan sarana budidaya pertanian yang tidak memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
– Setiap orang yang mengedarkan pupuk yang tidak terdaftar dan/atau tidak berlabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Polda Jabar berkomitmen untuk terus memberantas kejahatan di bidang pertanian yang dapat merugikan masyarakat dan negara. Pengungkapan kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pelaku usaha di bidang pertanian untuk selalu mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Komentar