Viosarinews.com, Suasana sebuah minimarket kawasan Meteseh Kecamatan Tembalang Kota Semarang itu memang selalu ramai setiap hari. Apalagi dengan digelarnya lapak pedagang kakilima yang menjual berbagai santapan sore hari. Dari gorengan, martabak , kebab, seblak, ronde, sate, bahkan ayam kremes.
Diantara para PKL ada satu gerobag yang paling dominan menarik perhatian. Sejak datang sudah dikerubuti pembeli. Padahal gerobak motor ini secara sekilas terlihat sederhana. Tidak ada tulisan apapun yang menerangkan ini penjual makanan apa. Tapi entah kenapa puluhan orang setiap sore mengerubutinya
Orang-orang memanggilnya dengan nama Pak Nawir. Sehingga gerobak ini dinamakan siomay pak Nawir oleh para pelanggannya.
Saat ditemui awak media, Mas Nawir yang bernama asli Slamet Saryono dan lahir di Semarang tanggal 9-4-1972 ini mengaku bahwa dirinya menekuni pekerjaannya sebagai pedagang siomay sudah 20 tahun ini.
Sebelumnya ia pernah ikut program transmigrasi ke Kalimantan Tengah pada tahun 1996 dan kembali ke kampung halamannya karena tidak berhasil.
Selepas pulang dari transmigrasi semua pekerjaan pernah ia coba. Dari guru, kuli bangunan, kernet truk, karyawan hotel, karyawan restoran, bank harian, tukang becak, bahkan merantau ke luar negeri.
Inspirasi menjadi pedagang siomay justru ia daparkan dari seorang kawan Sekolah Dasar seangkatannya di kampung halamannya Bandungan-Ambarawa. Kawannya ini sekolahnya sama sekali tidak berprestasi. Bahkan baca tulis baru ia bisa kuasai setelah menginjak kelas V SD. Tapi rejekinya berlimpah meskipun hanya bekerja sebagai pedagang siomay. Sehingga Mas Nawir tertarik, belajar, dan mengikuti jejaknya.
Mas Nawir mengakui bahwa usaha yang dilakoninya penuh dengan jalan berliku yang juga hampir saja membuat berantakan rumah tangganya.
Ia bercerita bahwa dalam proses awal membangun uasaha dilakukannya dengan cara menawarkan dagangannya keliling kompleks perumahan dengan cara dipikul. Setiap sore istrinya menangis melihat luka memerah di bahunya karena tertekan kayu pikulan gerobak.
Baru beberapa saat kemudian ia berhasil membeli sebuah kendaraan bekas yang digunakan untuk operasional. Tapi karena kendaraan bekas, modalnya lumayan terkuras karena ia harus bolak balik datang ke bengkel untuk perbaikan.
Baru pada tahap berikutnya ia bisa membeli sebuah kendaraan baru dengan cara kredit. Usahanya terus mengalami kemajuan sehingga ia berfikir untuk mengembangkan usaha. Membuat beberapa gerobak dan dijajakan oleh anak buahnya.
Tapi kondisi ini tak berlangsung lama, karena Mas Nawir gagal dalam memanajemen usahanya. Ia harus merelakan beberapa kendaraannya ditarik leasing atau diambil alih oleh orang lain karena tak mampu membayar angsuran. Bahkan ia bercerita bahwa saat itu ia mempunyai tanggungan angsuran dari take over bank yang harus ia cicil Rp.3 juta setiap bulan.
Saat ini Mas Nawir menjual sendiri dagangannya. Dan meskipun dalam wujud yang sederhana, getobak siomay nya telah mengantarkan ke tiga putrinya meraih kesuksesan. Anak pertama sudah menikah, anak kedua masih kuliah sambil bekerja dan anak yang ketiga baru menginjak SMA.
Apa yang terlihat ternyata tak menyiratkan yang sebenarnya. Mas Nawir selain berdagang siomay juga aktif di youtube. Bahkan saat ini mengelola 4 channel pribadi yang mengalirkan dolar setiap bulan. Bahkan karena keaktifannya di YouTube, meskipun subscriber nya baru puluhan ribu, pada tahun 2019 ia pernah diajak bekerja sama mengembangkan konten milik beberapa perusahaan di Jakarta.
Yang paling menarik dan para pelanggannya juga tidak ada yang menyangka, bahwa Mas Nawir adalah seorang wartawan. Pada mulanya ia adalah biro media berita sebuah perusahaan Nasional. Tapi karena kesibukan pribadinya ia memilih resign, dan menekuni sendiri yang ia kuasai.
Selama ini Mas Nawir menjadi writter bayaran di beberapa blog pribadi, pernah menjadi administrator di media sosial Polsek Tembalang, mengisi artikel di berbagai media online dan cetak serta yang terakhir ia bergabung dengan para Jurnalis di Media Suara Metro Indonesia.
Alumni IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini memang terlihat sederhana. Seperti tak ada kelebihan yang bisa ditampakkan dari penampilannya. Apalagi saat ini ia masih menempati sebuah rumah milik saudaranya .
“Fokus mengentaskan anak dulu pak”, katanya merendah saat ditanya mengapa belum punya rumah sendiri.
Bahkan keseharian yang ditampakkan oleh Mas Nawir tak menyiratkan bahwa ia memiliki pola pikir intelektual yang patut dipertimbangkan.
Ratusan artikelnya dengan berbagai genre dari politik, sosial, kebudayaan, perintahkan, banyak muncul di berbagai media. Dan yang paling dominan selama setahun ini ia telah menuliskan 500 lebih artikel di portal Kompasiana.
Saat ditanya oleh awak media mengapa ia tidak fokus saja sebagai wartawan, toh kemampuan menulisnya sangat bisa diandalkan?
Sekali lagi Mas Nawir menjawab bahwa sebagai wartawan adalah menegakkan profesionalisme dan idealisme, sedangkan berjualan siomay adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukannya untuk mendapatkan pemasukan harian. Sebab buat apa seseorang sibuk dengan berbagai kegiatan dengan mengedepankan profesi dan idealisme tapi rapuh secara ekonomi.
Malam semakin larur, isi dagangan Mas Nawir makin menipis, pertanda dagangannya sudah menjadi lembaran-lembaran rupiah dan menjadi harapan bagi kehidupan selanjutnya di esok hari.
Dan ini adalah sebuah realita yang tak bisa ditampik bahwa seseorang terkadang tak harus terlihat bagus dalam pandangan orang lain. Meskipun sebenarnya apa yang ada di balik semua yang terlihat terdapat sesuatu yang membuat orang lain ternganga
Vio Sari.S.E
Komentar