Garut – Desa Cihaurkuning, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, tengah disorot publik setelah terungkapnya dua dugaan skandal besar yang menggerus kepercayaan warga terhadap tata kelola pemerintahan desa. Skandal itu mencakup raibnya dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) “Amanah” senilai ratusan juta rupiah, serta terbengkalainya proyek pipanisasi dan pembangunan talud parapet (talpar) pada tahun anggaran 2023.
Kedua kasus ini memicu kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat setempat yang merasa hak dasarnya terabaikan.
BUMDes “Amanah” yang seharusnya menjadi tulang punggung perekonomian desa, justru menjadi simbol kegagalan. Sejak 2021, dana sebesar Rp362 juta telah dikucurkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Parahnya, pada 2025, kembali digelontorkan dana tambahan sebesar Rp135 juta. Namun hingga kini, tidak ada satu pun kegiatan usaha berjalan, laporan keuangan tak tersedia, dan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Desa (PADes) nihil.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengaku mendengar adanya peminjaman dana BUMDes oleh Kepala Desa. “Yang kami dengar, Pak Kades pinjam Rp100 juta. Tapi prosesnya gelap, tidak ada dokumen, tidak ada pengembalian,” ungkapnya.
Pengakuan itu diperkuat oleh pernyataan langsung Kepala Desa Cihaurkuning, Iwan Lukmansyah, yang mengakui telah “meminjam” dana BUMDes untuk menutupi kekurangan dana proyek jalan hotmix, dengan dalih keterlambatan pencairan Dana Desa. Namun, peminjaman dilakukan tanpa prosedur resmi, tanpa berita acara, serta tanpa persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang mengindikasikan dugaan penyalahgunaan wewenang.
Selain masalah dana BUMDes, proyek vital seperti pipanisasi dan pembangunan talud parapet yang didanai dari anggaran 2023 juga terbengkalai. Banyak titik pengerjaan belum diselesaikan, dan material bangunan dibiarkan berserakan tanpa kejelasan kelanjutan. Proyek yang seharusnya mendukung akses air bersih warga ini justru menjadi beban, akibat minimnya pengawasan dan tindak lanjut dari pihak berwenang.
Dalam surat pernyataan resmi yang telah diketahui Camat Malangbong, Undang Saripudin, serta pendamping desa, Kepala Desa Iwan Lukmansyah mengaku gagal menyelesaikan proyek tersebut. “Dengan ini saya menyatakan kesiapan untuk menyelesaikan pekerjaan kekurangan pembangunan Tahun 2023, yaitu pembangunan pipanisasi dan talpar, secepat mungkin,” tulisnya.
Sayangnya, hingga berita ini diterbitkan, belum ada langkah hukum atau sanksi administratif yang dijatuhkan. Surat pengakuan itu seolah tidak menimbulkan konsekuensi apapun, meskipun pelanggaran administratif dan potensi tindak pidana telah nyata.
Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (Akpersi) Jawa Barat, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ., menilai kasus ini sebagai bentuk kejahatan sistematis terhadap uang rakyat.
“Camat tahu. Pendamping tahu. Suratnya ada. Tapi semua diam. Ini bukan kelalaian—ini pembiaran sistemik! Kalau Inspektorat, DPMD, dan aparat penegak hukum tidak bertindak, maka patut diduga mereka ikut bermain!” tegasnya.
Ahmad menyebut pihaknya tengah menyiapkan laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), apabila dalam waktu dekat tidak ada langkah konkret dari instansi terkait.
Skandal di Desa Cihaurkuning menjadi cerminan lemahnya sistem pengawasan desa dan buruknya penegakan aturan. Ketika seorang kepala desa bisa dengan leluasa “meminjam” dana publik dan gagal menyelesaikan proyek vital tanpa sanksi berarti, maka yang dipertaruhkan bukan hanya uang rakyat, tapi juga legitimasi pemerintahan desa.
Warga kini menanti keberanian aparat penegak hukum untuk bertindak. Sebab, jika keadilan tidak segera ditegakkan, maka budaya impunitas akan terus menggerogoti pondasi pembangunan desa.
Penulis: MisruTEAM
Editor: [Warsito]
Komentar